Shalatnya Sah tapi Tidak Dapat Pahala, inilah penyebabnya
Shalat sebagai umat Islam menjadi salah satu ibdah wajib, dan yang wajib jika tidak dikerjakan akan mendapat dosa bagi pelakunya dan bagi orang yang melaksanakannya akan mendapat pahala. RASULULLAH saw bersabda: “Islam dibangun di atas lima hal; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allâh dan Nabi Muhammad adalah utusan Allâh, menegakkan shalat….” (HR Bukhâri dan Muslim). Tetapi ada yang mengerjakan shalat namun tidak mendapatkan pahala padahal dia mengerjakannya sesuai prosedur, dia telah memenuhi syarat dan rukun shalat, dan sah shalatnya.
1. Tidak diterima shalatnya orang yang mengerjakan sholat tetapi tidak mengeluarkan zakat
Dalam Islam, zakat menduduki posisi yang sangat penting. Zakat tidak saja menjadi rukun Islam, tetapi juga menjadi indikator dan penentu apakah seseorang itu menjadi saudara seagama atau tidak. Maksudnya, bila seorang muslim telah kena wajib zakat, tetapi tidak mau berzakat, maka ia bukan lagi saudara seagama. Hal ini secara tegas dikemukakan Alquran, “Jika mereka bertaubat, mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat, barulah mereka menjadi saudaramu seagama”. (QS.5:8).
Dengan demikian, orang yang mengabaikan kewajiban zakat, sesungguhnya telah melakukan keengkaran dan kedurhakaan besar kepada Allah. Karena itulah, ketika di masa Abu Bakar ada sebagian kaum muslimin yang mengaku muslim dan rajin shalat, tetapi enggan membayar zakat, Abu Bakar dengan nada marah mengeluarkan statemen yang artinya: Demi Allah, aku akan perangi siapa yang memisahkan shalat dengan zakat.
Abdullah bin Mas’ud mengatakan bahwa barang siapa yang melaksanakan shalat, tapi enggan membayar zakat, maka tidak ada shalat baginya.
Begitu eratnya keterkaitan shalat dan zakat, sehingga Ibnu Katsir mengatakan dalam Tafsirnya, (Amal seseorang itu tidak bermanfaat, kecuali dia menegakkan shalat dan menunaikan zakat sekaligus).
Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh as-Sunnah, di dalam Al-Qur’an perintah shalat dan zakat digandengkan sampai 82 kali. Ini menunjukan bahwa shalat dan zakat tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan amal seorang muslim. Shalat merupakan ibadah badaniyah sedangkan zakat merupakan ibadah maliyah. Shalat merupakan hubungan vertikal kepada Allah, sedangkan zakat lebih bersifat horizontal dan sosial.
Dalam rangka memotivasi dan membangun masyarakat yang taat zakat, Islam tidak hanya mengumumkan punishment (azab) yang sangat keras bagi penolakannya (QS. 9:35, 41:7) dan memberikan reward (jaza’) yang sangat besar bagi yang melaksanakannya. (QS. 30:39, 9:19), lebih dari itu, berbagai credit point, termasuk garansi dicurahkannya keberkahan dan pelipatgandaan asset bagi orang-orang yang membayar zakat (QS. 267).
2. Tidak diterima shalatnya orang yang menjadi imam, padahal orang yang menjadi makmum membencinya. Imam atau pemimpin yang sombong dan zalim menganiaya. Lelaki/budak yang melarikan diri dari tuannya, dan Perempuan yang suaminya marah kepadanya
Seseorang tidak dianjurkan menjadi imam, apabila jama’ah tidak menyukainya. Dalam sebuah hadits disebutkan:
ثََلاثَةٌ لاَ تَرْتَفِعُ صَلاَتُهُمْ فَوْقَ رُؤُوْسِهِمْ شِبْرًا : رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهمْ لََهُ كَارِهُوْنَ...
"Tiga golongan yang tidak terangkat shalat mereka lebih satu jengkal dari kepala mereka: (Yaitu) seseorang menjadi imam suatu kaum yang membencinya"
Abu Umamah z menyampaikan hadits Rasulullah:
ثَلاَثَةٌ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ آذَانَهُمْ: الْعَبْدُ الْآبِقُ حَتىَّ يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ
“Ada tiga golongan yang shalat mereka tidak melewati telinga-telinga mereka3, yaitu budak yang melarikan diri dari tuannya sampai ia kembali kepada tuannya, istri yang bermalam dalam keadaan suaminya marah terhadapnya, dan seseorang yang mengimami suatu kaum dalam keadaan mereka tidak suka kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi no. 360, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, Al-Misykat no. 1122, Shahihul Jami’ no. 3057)
Ibnu Umar c berkata dari Nabi:
اثْنَانِ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمَا رُؤُوْسَهُمَا: عَبْدٌ آبِقٌ مِنْ مَوَالِيْهِ حَتىَّ يَرْجِعَ، وَامْرَأَة ٌعَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ
“Ada dua golongan yang shalat mereka tidak melewati kepala-kepala mereka, yaitu budak yang melarikan diri dari tuannya sampai ia kembali kepada tuannya dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia kembali taat.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/191, Ath-Thabarani dalam Al-Ausath no. 3628 dan Ash-Shaghir no. 478, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahihul Jami’ no. 136 dan Ash-Shahihah no. 288 )
Berkata Shiddiq Hasan Khan rahimahullah, “Dhahir hadits yang menerangkan hal ini, bahwa tidak ada perbedaan antara orang-orang yang membenci dari orang-orang yang mulia (ahli ilmu, pent), atau yang lainnya. Maka, dengan adanya unsur kebencian, dapat menjadi udzur bagi yang layak menjadi imam untuk meninggalkannya".
3. Orang yang pergi ke dukun tidak diterima shalatnya selama 40 hari
Praktek perdukunan sangat dicela dalam Islam. Ulama sepakat akan keharamannya. Ia termasuk bagian dari dosa-dosa yang paling besar. Pelakunya dihukumi murtad dari dien yang hanief ini. Sebabnya, karena ia telah memberikan persembahan dan peribadatan kepada jin.
Begitu juga mendatangi dukun dan menggunakan jasa perdukunannya adalah haram. Pelakunya terbagi menjadi dua:
Pertama, mendatanginya karena percaya kepadanya dan membenarkan apa yang disampaikannya, maka ia telah kufur kepada Al-Qur'an. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنْ أَتَى كَاهِنًا، أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
"Siapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkan apa yang dikatakannya, maka sungguh ia telah kufur kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad." (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan. Hadits ini dishahihkan Syikah al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 3047 dan al-Irwa')
Maksudnya: orang yang datang dan bertanya kepada dukun disetai keyakinan akan kebenaran si dukun bahwa dia mengetahui perkara ghaib maka ia telah kafir; karena ia telah menyalahi dan mendustakan firman Allah Ta'ala,
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
"Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah"." (QS. Al-naml: 65)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, "Maka siapa membenarkan dukun dalam ilmu ghaib (perkara ghaib yang dismapaikannya) padahal dia tahu bahwa tidak ada yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah, maka ia kafir kufur akbar yang mengeluarkan dari agama (Islam). Jika ia jahil dan tidak meyakini bahwa dalam Al-Qur'an ada kedustaan maka kufurnya adalah kufur di bawah kekafiran (tidak menjadi kafir)." (Al-Qaul Mufid: 1/335)
Kedua, orang yang datang untuk dan menanyakan sesuatu kepadanya –tanpa meyakini atau membenarkannya-, maka shalatnya selama 40 hari tidak akan diterima. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
"Siapa yang mendatangi tukang ramal (dukun) dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam." (HR. Muslim)
Perlu dicatat bahwa mendatangi di sini bukan karena untuk mengujinya –apakah ia benar atau dusta- atau untuk menunjukkankelemahan dan kedustaannya. Jika datangnya ke dukun karena ini maka tidak termasuk yang diharamkan dan tidak terkena ancaman dalam hadits.
Status Shalatnya orang yang datang ke dukun
Makna tidak diterima shalat orang yang pergi ke dukun adalah ia tidak mendapat pahala dari shalatnya walaupun telah gugur kewajiban shalat tersebut dari dirinya. Ia tidak harus mengulangi shalatnya. Kedudukannya seperti orang yang shalat di atas tanah hasil nilep atau memakai baju dari yang haram; walau sah shalatnya dan tak perlu ulangi lagi shalatnya, namun ia tidak mendapat pahala dari shalatnya tersebut.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan dalam Syarah Muslim terhadap hadits ini, "Sesungguhnya para ulama sepakat bahwa orang yang mendatangi peramal tidak harus mengulangi shalat-shalatnya selama empat puluh malam. . ."
Kesimpulannya, bahwa shalat orang yang mendatangi dukun atau tukang ramal –tanpa membenarkan dan meyakini perkataannya- adalah sah. Kewajibannya telah gugur. Hanya saja, shalatnya tersebut tidak diterima dan tidak diberi pahala.
4. Tidak diterima shalanya peminum khamer, arak, atau minuman keras lainnya tanpa mau meninggalkannya (taubat)
Beberapa di antara hadits yang telah berhasil kami cari antara lain adalah hadits berikut ini.
عن ابن عمر أن النبي صلى الله عليه وسلم قال من شرب الخمر لم تقبل له صلاة أربعين ليلة فإن تاب تاب الله عليه فإن عاد كان حقا على الله تعالى أن يسقيه من نهر الخبال قيل وما نهر الخبال قال صديد أهل النار
Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi SAW bersabda, Orang yang minum khamar, tidak diterima shalatnya 40 hari. Siapa yang bertaubat, maka Allah memberinya taubat untuknya. Namun bila kembali lagi, maka hak Allah untuk memberinya minum dari sungai Khabal. Seseorang bertanya, Apakah sungai Khabal itu? Beliau menjawab, Nanahnya penduduk neraka.
عن عبد الله بن عمرو قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من شرب الخمر وسكر لم تقبل له صلاة أربعين صباحا وإن مات دخل النار فإن تاب تاب الله عليه وإن عاد فشرب فسكر لم تقبل له صلاة أربعين صباحا فإن مات دخل النار فإن تاب تاب الله عليه وإن عاد فشرب فسكر لم تقبل له صلاة أربعين صباحا فإن مات دخل النار فإن تاب تاب الله عليه وإن عاد كان حقا على الله أن يسقيه من ردغة الخبال يوم القيامة قالوا يا رسول الله وما ردغة الخبال قال عصارة أهل النار
Dari Abdullah bin Amr berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Orang yang minum khamar lalu mabuk, tidak diterima shalatnya 40 hari. Bila dia mati masuk neraka. Bila dia taubat, maka Allah akan mengampuninya. Namun bila kembali minum khamar dan mabuk, tidak diterima shalatnya 40 hari. Bila mati masuk neraka. Bila dia kembali minum, maka hak Allah untuk memberinya minum dari Radghatul Khabal di hari kiamat. Para shahabat bertanya, Ya Rasulallah, apakah Radaghatul khabal? Beliau menjawab, Perasan penduduk neraka.
عن ابن عمر قال من شرب الخمر فلم ينتش لم تقبل له صلاة ما دام في جوفه أو عروقه منها شيء وإن مات مات كافرا وإن انتشى لم تقبل له صلاة أربعين ليلة وإن مات فيها مات كافرا
Dari Ibnu Umar ra. berkata, Siapa yang meminum khamar meski tidak sampai mabuk, tidak diterima shalatnya selagi masih ada tersisa di mulutnya atau tenggorokannya. Apabila dia mati maka dia mati dalam keadaan kafir. Bila sampai mabuk, maka tidak diterima shalatnya 40 malam. Dan bila dia mati maka matinya kafir.
Para ulama mengatakan bahwa orang yang minum khamar itu kafir, maksudnya bukan dia murtad dari Islam, melainkan maksudnya adalah bahwa dia seperti orang non muslim yang apabila melakukan shalat, maka shalatnya tidak diterima, selama dia menunaikan sesuai dengan rukun dan aturannya. Namun bukan berarti kewajibannya untuk shalat menjadi gugur. Tidak, shalat tetap wajib atasnya, namun selama 40 hari tidak akan diterima shalat itu di sisi Allah.
5. Orang-orang yang suka makan, minum, pakaian dan tempat tinggalnya hasil riba’ atau dari hasil perbuatan haran tidak akan diterima shalatnya
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Amr bin al-’Âs,‘Wahai Amr, Nikmat harta yang baik adalah yang dimiliki laki-laki yang shalih’(diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya)Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
مَا أكَلَ أَحَدٌ طَعَاماً قَطُّ خَيْراً مِنْ أنْ يَأكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِه ، وَإنَّ نَبيَّ الله دَاوُدَ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَأكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
‘Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik daripada memakan hasil jerih payahnya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud Alaihissallam makan dari hasil jerih payahnya sendiri’. [HR. al-Bukhâri]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
لأَنْ يَأخُذَ أحَدُكُمْ أحبُلَهُ ثُمَّ يَأتِيَ الجَبَلَ ، فَيَأْتِيَ بحُزمَةٍ مِنْ حَطَب عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا ، فَيكُفّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أنْ يَسْألَ النَّاسَ ، أعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ
Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allâh mencukupkan kebutuhan hidupnya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak’[HR. al-Bukhâri]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةً بِغَيْرِ طَهُورٍ ، وَلاَ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ
Allâh tidak akan menerima shalat seseorang tanpa berwudlu (bersuci), dan tidak akan menerima sedekah dengan harta ghulul (curian/korupsi) [HR. Muslim]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَدَّيْتَ زَكَاةَ مَالِكَ فَقَدْ قَضَيْتَ مَا عَلَيْكَ، وَمَنْ جَمَعَ مَالًا حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ مِنْهُ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيهِ أَجْرٌ وَكَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ
‘Jika engkau telah menunaikan zakat hartamu maka engkau telah melaksanakan kewajiban dan barang siapa yang mengumpulkan harta dari jalan yang haram, kemudian dia menyedekahkan harta itu, maka sama sekali dia tidak akan memperoleh pahala, bahkan dosa akan menimpanya’. [HR. Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân dalam Shahihnya]
6. Orang yang sholatnya tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan yang keji dan munkar
Rasulullah Saw bersabda, Allah 'Azza wajalla berfirman : "Tidak semua orang yang shalat itu bershalat. Aku hanya menerima shalatnya orang yang merendahkan diri kepada keagunganKu, menahan syahwatnya dari perbuatan haram laranganKu dan tidak terus-menerus bermaksiat terhadapKu, memberi makan kepada yang lapar dan memberi pakaian orang yang telanjang, mengasihi orang yang terkena musibah dan menampung orang asing. Semua itu dilakukan karena Aku."(HR. Ad-Dailami)
Semuanya itu tidak wajib baginya untuk mengqadha shalat karena shalatnya sudah sah dan kewajiban shalat sudah ditunaikan tetapi pahalanya tidak didapatkan. Maka cukuplah bertaubat kepada Allah dengan sebenarnya agar shalat diterima oleh Allah dan mendapatkan pahala yang sempurna. Semoga ibadah kita terjaga dan diterima Allah subhanahu wata'ala. Wallahu a'lam.